Menyimak teks hikayat untuk memahami dan menganalisis pesan dalam teks.
Bacalah teks hikayat di
bawah ini!
Hikayat Sa-ijaan
dan Ikan Todak
Menurut
sahibul hikayat, sebermula ada seorang Datu yang sakti mandraguna sedang
bertapa di tengah laut. Namanya Datu Mabrur. Ia bertapa di antara Selat
Laut dan Selat Makassar.
Siang-malam ia bersama di batu karang,
di antara percikan buih, debur ombak, angin, gelombang dan badai topan. Ia
memohon kepada Sang Pencipta agar diberi sebuah pulau. Pulau itu akan menjadi
tempat bermukim bagi anak-cucu dan keturunannya, kelak.
Hatta, ketika laut tenang, seekor ikan
besar tiba-tiba muncul dari permukaan laut dan terbang menyerangnya. Tanpa
beringsut dari tempat duduk maupun membuka mata, Datu Mabrur menepis
serangan mendadak itu.
Ikan itu terpelanting dan jatuh di
karang. Setelah jatuh ke air, ikan itu menyerang lagi. Demikian berulang-ulang.
Di sekeliling karang, ribuan ikan lain mengepung, memperlihatkan gigi mereka
yang panjang dan tajam, seakan prajurit siap tempur. Pada serangannya yang
terakhir, ikan itu terpelanting jatuh persis saat Datu Mabrur membuka
matanya.
“Hai, ikan! Apa maksudmu mengganggu
samadiku? Ikan apa kamu?”
“Aku ikan todak, Raja Ikan Todak yang
menguasai perairan ini. Samadimu membuat lautan bergelora. Kami terusik, dan
aku memutuskan untuk menyerangmu. Tapi, engkau memang sakti, Datu Mabrur.
Aku takluk,” katanya, megap-megap. Matanya berkedip-kedip menahan sakit.
Tubuhnya terjepit di sela-sela karang tajam.
“Jadi, itu rakyatmu?” Datu Mabrur
menunjuk ribuan ikan yang mengepung karang. “Ya, Datu. Tapi, sebelum
menyerangmu tadi, kami telah bersepakat. Kalau aku kalah, kami akan menyerah
dan mematuhi apa pun perintahmu.”
“Datu, tolonglah aku. Obati luka-lukaku
dan kembalikanlah aku ke laut. Kalau terlalu lama di darat, aku bisa mati. Atas
nama rakyatku, aku berjanji akan mengabdi padamu, bila engkau menolongku...”
Raja Ikan Todak mengiba-iba. Seolah sulit bernapas, insangnya membuka dan
menutup.
“Baiklah,” Datu Mabrur berdiri.
“Sebagai sesama makhluk ciptaan-Nya, aku akan menolongmu.”
“Apa pun permintaanmu, kami akan
memenuhinya. Datu ingin istana bawah laut yang terbuat dari emas dan
permata, dilayani ikan duyung dan gurita? Ingin berkeliling dunia, bersama ikan
paus dan lumba-lumba?”
“Tidak. Aku tak punya keinginan pribadi,
tapi untuk masa depan anak-cucuku nanti....” Lalu, Datu Mabrur
menceritakan maksud pertapaannya selama ini.
“Akan kukerahkan rakyatku, seluruh
penghuni lautan dan samudera. Sebelum matahari terbit esok pagi, impianmu akan terwujud.
Aku bersumpah!” jawab Raja Ikan Todak.
Datu Mabrur
tak dapat membayangkan, bagaimana Raja Ikan Todak akan memenuhi sumpahnya itu.
“Baiklah. Tapi kita harus membuat perjanjian. Sejak sekarang kita harus sa-ijaan,
seiring sejalan. Seia sekata, sampai ke anak-cucu kita. Kita harus rakat mufakat,
bantu membantu, bahu membahu. Setuju?”
“Setuju, Datu...,” sahut Raja Ikan
Todak yang tergolek lemah. Ia sangat membutuhkan air.
Mendengar jawaban itu, Datu Mabrur
tersenyum. Dengan hati-hati, dilepaskannya tubuh Raja Ikan Todak dari jepitan
karang, lalu diusapnya lembut.
Ajaib! Dalam sekejap, darah dan luka di
sekujur tubuh Raja Ikan Todak itu mengering! Kulitnya licin kembali seperti
semula, seakan tak pernah luka. Ikan itu menggerak-gerakkan sirip dan ekornya
dengan gembira.
Dengan lembut dan penuh kasih sayang, Datu
Mabrur mengangkat Raja Ikan Todak itu dan mengembalikannya ke laut. Ribuan
ikan yang tadi mengepung karang, kini berenang mengerumuninya, melompat-lompat
bersuka ria.
“Sa-ijaan!” seru
Raja Ikan Todak sambil melompat di permukaan laut.
“Sa-ijaan!” sahut
Datu Mabrur.
Sebelum tengah malam, sebelum batas
waktu pertapaannya berakhir, Datu Mabrur dikejutkan oleh suara gemuruh
yang datang dari dasar laut. Gemuruh perlahan, tapi pasti. Gemuruh suara itu
terdengar bersamaan dengan timbulnya sebuah daratan, dari dasar laut! Kian
lama, permukaan daratan itu kian tampak. Naik dan terus naik! Lalu, seluruhnya
timbul ke permukaan!
Di bawah permukaan air, ternyata jutaan
ikan dari berbagai jenis mendorong dan memunculkan daratan baru itu dari dasar laut. Sambil mendorong, mereka serempak berteriak, “Sa-ijaan!
Sa-ijaan! Sa-ijaaan...!”
Datu Mabrur tercengang di karang pertapaannya. Raja Ikan
Todak telah memenuhi sumpahnya!
Bersamaan dengan terbitnya
matahari pagi, daratan itu telah timbul sepenuhnya. Berupa sebuah pulau. Lengkap dengan
ngarai, lembah, perbukitan dan pegunungan.
Tanahnya tampak subur. Pulau kecil yang
makmur.
Datu Mabrur senang dan gembira. Impiannya tentang
pulau yang akan menjadi tempat tinggal bagi anak-cucu
dan keturunannya, telah menjadi kenyataan.
Permohonannya telah dikabulkan. Dengan
memanjatkan puji dan syukur kepada Sang Pencipta,
ia menamakannya Pulau Halimun.
Alkisah, Pulau Halimun
kemudian disebut Pulau Laut. Sebab, ia timbul dari dasar laut dan dikelilingi laut. Sebagai
hikmahnya, kata sa-ijaan dan ikan todak dijadikan slogan dan lambang Pemerintah
Kabupaten Kotabaru.
Diadaptasi dari:
https://sumberbelajar.seamolec.org/product.php?id=NWFlMDNlNzE4NjVlYWNiZjc4Z
E3NmJh
Dikutip
dari: Buku Siswa Cerdas Cergas Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMA/SMK
Kelas X (Fadillah Tri Aulia dan Sefi Indra Gumilar
Jawablah
dengan benar pertanyaan di bawah ini!
1. Berdasarkan
penggalan cerita pada Hikayat Sa-ijaan
dan Ikan Todak, bagaimanakah sifat Datu Mabrur?
2. Bagaimana
perasaan Ikan Todak saat muncul ke permukaan dan memperkenalkan dirinya kepada
Datu Mabrur?
3. Apakah kalian setuju dengan sikap Raja Ikan Todak yang menyerang Datu Mabrur? Jelaskan alasannya!
4. Tentukan apakah pernyataan berikut ini benar atau salah.
a. Datu
Mabrur ingin memiliki pulau yang dapat ia tinggali dan kuasai.
b. Datu
Mabrur dapat mengatasi serangan Ikan Todak.
c. Ikan
Todak menyerang Datu Mabrur karena telah sengaja menyakiti pasukannya.
d. Proses munculnya daratan baru dari dasar laut terjadi sejak tengah malam hingga pagi hari.
5. Bagaimana hubungan pesan moral yang disampaikan dengan kondisi masyarakat pada saat ini?
https://forms.gle/xcZmeiFzPRT9ijur5
Komentar