Meneladani Kehidupan dari Cerita Pendek


Tak Terwujud

Namaku Raisa Putri Mahardika. Aku anak pertama dari Bachtiar Mahardika—seorang CEO yang kini namanya berada di atas dalam dunia bisnis. Aku salah satu pasien leukemia yang kini sedang dirawat inap karena penyakitku yang semakin parah. Di umurku yang masih delapan belas tahun, seharusnya aku sedang menikmati masa remajaku di luar sana. Tapi sepertinya takdir tidak mengizinkan ku untuk melakukan hal tersebut.

Aku menatap jendela kamar inapku yang menghadap pada padatnya jalanan di luar sana. Andai saja aku tidak diberikan oleh Tuhan penyakit ini, pasti sekarang aku sedang mengerjakan tugasku atau mungkin sedang duduk di kantin sekolah bersama teman-temanku. Andai saja.

Penyakitku sudah masuk pada stadium akhir, yang artinya waktuku untuk bertahan di dunia ini hanya tersisa sedikit. Aku selalu berdo’a agar Tuhan memberikan keajaibannya untuk menyembuhkan penyakitku ini.

Tok.. tok...

Seseorang mengetuk pintu kamar inapku. Tak lama setelahnya seorang suster masuk dengan membawa nampan berisi makan siangku, kemudian diletakkan pada bedside cabinet sebelah brankar.

QMba Raisa, setengah jam lagi jadwal Mba Raisa kemoterapi ya. Sekarang dimakan dulu makan siangnya ya Mba,” ucap suster itu padaku. Aku hanya menjawab dengan anggukan.

“Apa Mba Raisa butuh bantuan?” tanya si suster. Namanya suster Wenda—suster yang diberi amanat untuk selalu merawatku selama di sini oleh Papa.

“Enggak sus, terima kasih.”

“Kalau begitu saya keluar dulu ya Mba.” Suster Wenda membalikkan badannya dan tangannya hampir memutar knop pintu sebelum akhirnya pertanyaanku menghentikan pergerakannya.

“Mama sama Papa gak datang sus?” tanyaku.

Aku berharap suster Wenda mengatakan bahwa Mama-Papa akan datang dan menemaniku kemoterapi untuk kali ini. Walaupun suster Wenda akan selalu menjawab dengan jawaban yang sama setiap aku menanyakan hal ini.

Suster Wenda membalikkan badannya. Bibirnya tersenyum tipis menghadapku. “Papamu sedang ada meeting penting dan Mamamu menemani Papamu untuk menemui rekan bisnisnya.” Selalu kalimat ini yang suster Wenda katakan.

Aku tersenyum dan membalikkan badanku. Melangkahkan kakiku untuk berjalan ke brankar, kemudian mendudukkan tubuhku sembari menghadap pada suster Wenda. “Apa tidak ada alasan lain untuk menjawab pertanyaanku yang satu ini?” Suster Wenda diam tak menjawab. “Memang sepenting apa meeting itu? Kenapa salah satu dari mereka tidak menemaniku setiap kemoterapi?”

“Kamu butuh teman cerita? Ayo ceritakan pada saya,” ujar suster Wenda.

“Aku ingin mereka di sini, sus. Aku iri dengan pasien lainnya yang selalu ditemani keluarga mereka, sementara aku? Mungkin keluargaku sudah melupakan aku.” Kataku. Pandanganku menatap ke arah depan dengan kosong.

 

“Hey, apa yang kau pikirkan.” Suster Wenda duduk di sebelahku, tangannya mengelus punggungku. “Keluargamu masih mengingatmu. Mereka hanya sedang ada urusan, jadi mereka tidak bisa menemanimu. Lagi pula, masih ada saya yang akan menemanimu, Raisa.” Kata suster Wenda.

“Ayo makan. Biar saya yang menyuapimu.” Suster Wenda mengambil piring tadi. Lalu mengambil sedikit nasi menggunakan sendok dan disuapkan pada mulutku.

Aku mengunyah makananku dalam diam. Otakku bercabang dengan berbagai pikiran. Aku ingin sembuh dari penyakit ini. Aku ingin orang tuaku menemaniku. Aku ingin merasakan menjadi remaja tanpa punya penyakit berat seperti sekarang. Aku takut tidak bisa melihat keluargaku dan orang-orang yang aku sayang. Aku takut ini menjadi hari terakhirku di dunia.

Semua ketakutan dan keinginanku bercampur di otak kecilku. Seharusnya ada Mama yang menenangkanku dengan kalimat, ‘Kamu gak usah takut, ada Mama di sini yang siap temani kamu terus’. Tapi sepertinya kalimat itu tidak akan keluar dari mulut Mamaku.

“Kak Isa aku datang!” Teriakan itu membuat lamunanku buyar.

Itu adikku yang baru saja menutup pintu setelah berteriak seperti tadi. Namanya Kila Aila Mahardika. Dia seorang siswi yang duduk di bangku kelas 3 SMP.

“Gak usah teriak. Suaramu bisa mengganggu pasien lain,” peringatku pada Kila.

Kila tersenyum cengengesan. Bocah itu meletakkan ranselnya pada sofa yang ada di kamar inapku. Dia memang selalu datang setelah pulang sekolah.

“Sini sus, biar aku aja yang menyuapi Kak Isa.” Kila mengambil alih piring yang tadi berada di tangan suster Wenda. “Suster lanjut urus yang lain aja.” Pinta Kila.

Suster Wenda menurut dengan ucapan Kila. Dia pamit padaku dan keluar dari ruangan ini.

“Hari ini aku pulangnya malam, mau nemenin Kakak sampe tidur dulu. Hari ini jadwal Kakak kemoterapi, kan?” tanya Kila sembari menyuapkan satu sendok makanan padaku. Aku menjawab dengan anggukkan.

“Kak Isa semangat terus ya ngelawan penyakit ini, biar nanti bisa liat aku lulus sekolah dengan peringkat terbaik.”

“Kamu, kan, tau kalo waktu Kakak mungkin tinggal sebentar lagi di sini,” jawabku.

“Makanya Kakak harus rajin kemo, biar bisa makin lama di sini.”

Aku tersenyum menatap wajah Kila. “Kila dengerin Kak Isa. Kalo nanti Kak Isa udah nyerah sama harapan Kakak, Kila harus jadi anak yang bisa dibanggakan Mama-Papa. Kila harus sehat terus, jangan sampe Kila penyakitan kayak Kakak.” Aku mengelus surai hitamnya. Sementara anak itu memejamkan matanya sebentar.

“Karena jadi orang penyakitan itu gak enak Kila. Kita bisa dianggap gak dibutuhkan lagi dan juga bisa merepotkan banyak orang.”

“Kakak ngomong apa sih! Kak Isa gak ngerepotin, Kak Isa masih dibutuhkan di sini,” sanggah Kila. Matanya sudah mulai berkaca-kaca. Mungkin Kila paham dengan maksudku.

 

“Kila, kalau nanti terjadi apa-apa sama Kak Isa, kasih tau Mama-Papa langsung ya. Suruh mereka ke sini, Kakak pengin liat mereka, atau hanya sekedar mendengar suara kekhawatiran mereka.” Ucapanku membuat air mata Kila meluruh ke pipinya.

“Kak Isa gak boleh kenapa-kenapa. Kakak harus terus semangat, gak usah mikir yang aneh-aneh,” ucap Kila.

Aku mengembangkan bibirku. Kedua tanganku aku buka—bersiap untuk memeluk Kila. Langsung saja Kila meletakkan piringnya dan memeluk tubuhku.

“Kak Isa kangen Mama sama Papa, La. Hampir satu bulan mereka gak datang ke sini.” Ucapku dalam pelukan kami.

“Nanti pasti mereka kesini kok Kak,” balas Kila.

Aku mengaminkannya dalam hati. Entah mengapa setelahnya kepalaku terasa berat dan aku merasa ingin cepat-cepat menutup mataku. Perlahan aku mulai memejamkan mata, setelahnya aku merasa seperti tertidur di bahu Kila. Aku tidak tau kejadian selanjutnya bagaimana.

 

—°°°—

 

Samar-samar aku bisa mendengar omongan orang sekitar. Tapi saat aku ingin membuka mata, mataku seperti tidak bisa dibuka. Samar aku mendengar suara Kila yang sedang berbicara entah dengan siapa.

“Mah, Kak Isa keadaannya drop lagi loh. Masa kalian gak kesini sih,”

“Aku tau kalian sibuk, tapi apa gak ada waktu sebentar aja buat lihat anak kalian sendiri?”

“Aku gak mau uang, Mah. Aku cuman mau Mama sama Papa kesini lihat keadaan Kak Isa. Dia kangen sama kalian,”

“Gila ya kalian. Anak sendiri lagi berjuang lawan penyakitnya, tapi kalian yang orang tuanya malah gak ada di samping dia.”

Setelah itu aku tidak mendengar suara Kila lagi, melainkan suara isak tangis kecil yang kudengar. Pasti Kila menangis setelah menelepon Mama, pikirku.

 

—°°°—

Raisa membuka matanya setelah satu jam lebih tidak sadarkan diri. Kila yang melihat mata Kakaknya sudah terbuka langsung menghampiri Raisa. Dipeluknya tubuh ringkih Raisa dengan erat.

“Kak, jangan tinggalin aku.” Ucap Kila. Raisa mengangguk pelan.

Kila melepas pelukan itu, kemudian duduk di sebelah Raisa yang masih berbaring. “Kak maafin Kila ya.” Tangan Kila mengambil tangan Raisa dan ia menyatukannya membuat sebuah genggaman.

“Kenapa minta maaf?” tanya Raisa.

 

“Kila gak berhasil bujuk Mama untuk kesini. Kila minta maaf,” ujar Kila mengeratkan genggaman tangan mereka.

“Gapapa Kila. Mungkin mereka masih sibuk. Bisa aja nanti malam mereka ke sini,” ucap Raisa mencoba menenangkan. Padahal hatinya sangat sesak saat tau kedua orang tua nya tidak ingin kesini.

“Aku bener-bener minta maaf. Nanti pulang, aku bakal bujuk mereka lagi.”

Tangan Raisa bergerak mengusap pipi Kila dengan lembut. “Gapapa Kila. Keinginan kita gak selamanya bakal terwujud. Mungkin keinginan Kakak kali ini, gak bakal dikabulkan Tuhan. Bisa aja Tuhan udah bikin rencana yang lebih bagus dan baik dari pada keinginan Kak Isa ini.” Ujar Raisa menasihati.

Raisa mencoba bangkit dari tidurnya, Kila yang paham dengan itu langsung membantu Kakaknya untuk duduk. “Jangan minta maaf atas kesalahan yang gak Kila lakuin ya,” ucap Raisa setelah duduk.

Kila menganggukkan kepala. Dipeluknya kembali tubuh ringkih Raisa dengan erat. “Makasih Kak. Makasih udah bertahan sampai sekarang,” gumam Kila dalam pelukan.

“Makasih juga buat Kila yang udah jagain Kakak dan jadi anak baik selama ini. Kak Isa sayang Kila.” Raisa memeluk tubuh Kila tak kalah erat.

“Kila juga sayang Kak Isa. Makasih Kak,” ucap Kila.

Kakak-beradik itu saling memeluk dengan erat satu sama lain sembari duduk di atas brankar yang berada dalam kamar nomor 13 rumah sakit Harapan Kita.

_END_

 

Halo, saya Nayuri Salwa Mei Aulia atau nama pena saya Naynay. Seorang pelajar yang masih duduk di bangku kelas 10 SMK. Lahir di Tegal dan sampai sekarang tempat Tinggal saya masih di Tegal. Saya belajar menulis cerita sejak saya kelas 8 SMP. Belum banyak yang tau jika saya sering menulis cerita, bahkan Mama saya sendiri saja tidak tau.


Segenggam Harapan

Malam yang sunyi langit gelap tak berkelabu. Melainkan bintang yang sibuk berkelap-kelip dengan indah. Menemani setia dengan rembulan, memancarakan cahaya kecil bagi seluruh alam semesta. Angin begitu kencang menembus tubuh seorang gadis manis ia bernama Fiona yang tengah duduk di balkon. Ia mengingat masa lalu kecilnya yang suram.

Ketika semua orang menceritakan betapa hebatnya orang tuanya, menceritakan liburan bersama keluarganya, menceritakan hal-hal konyol dalam rumahnya. Aku merasa iri. Aku tidak punya hal- hal semewah itu.

Pikiranku melayang ke masa lalu.

Dimana piring-piring bertaburan, hancur berkeping-keping. Nada yang saling membentak,jeritan ibu dan juga amarah ayah. Diriku yang mendengar itu hanya meringkuk ketakutan. Karena aku takut mereka pergi jauh dariku.

Dibalik semua pertengakaran, aku ingin mereka bedamai dan saling mencintai lagi seperti dulu. Tetapi, tuhan tidak mengabulkan do’a ku, di saat aku meminta kedamaian dan ketenangan di dalam rumah, tuhan bekerja di luar permintaanku.

Disitulah ibu dan ayahku bercerai. Dari kecil aku kurang kasih sayang dari mereka,karena orang tuaku sangat egoi sehingga tidak memikirkanku sama sekali, dan mereka memutuskan untuk pergi meninggalkanku sendiri. Kini aku hidup bersama kakek dan neneku, merekalah yang membesarkanku.

Walaupun begitu, tetap saja hati ini tersasa sakit; teasa hancur dan sedih. Aku bukanlah orang yang kuat, yang mampu menahan beban ini sendirian. Bagaimanapun juga aku hanyalah seorang anak kecil. Di saat itu pula ku menangis. Aku terlalu naif. Aku pikir aku kuat namun akku terlalu lemah.

Aku selalu berusaha bersabar dan berusaha untuk menjadi kuat agar bisa menopang beban ini sendirian. Aku tidak ingin merepotkan kakek dan nenek ku. Tetapi tetap saja sekuat apapun aku menahan beban itu,aku merasa lemah dan tanpa terasa beban itu menindihiku dalam kesedihan mendalam.

Ditengah kesendirian Fiona, tiba-tiba neneknya memanggil.....

“Fiona sini nak” ucap nenek

“Iya nek” ucap Fiona dengan lemah lembut dan mendatangi sang nenek

“Fiona apakah nenek boleh mengajukan permintaan?” ucap sang nenek dengan tatapan penuh

kasih sayang;

“Boleh nek “ ucap Fiona sambil tersenyum

“Nak,kamu gadis yang kuat,pemaaf,serta tak membedakan semua orang. Kau gadis yang baik yang pernah kakek nenek temui. Nak, jadilah wanita yang dirindukn syurganya allah,apapun nanti masalahmu, mengadulah kepada allah ya nak. Karna allah mampu menolong masalahmu, teruslah berusaha semampumu jangan pernah mengeluh, tetap berusaha untuk menggapai cita citamu” ujar sang nenek membuat gadis itu menoleh,menatap wajah yang kini tengah menua, tampaknya ia paham dengan perkataan neneknya. Tanpa ia sadari air matanya menetes.

“Iya nek, insyaallah Fiona akan memenuhi permintaan nenek” jawabnya dengan nada lemah dan menundukan kepala.

“Cucu solehah jangan cengeng dong. Tuh hidung nya kaya badut” katanya, sedikit menggoda

cucunya.

“Ih nenek mah gitu, jadi merusak suasana nih” katanya memanyunkan bibir, menatap sendu

neneknya. Neneknya mengusap air mata nya yang tadi menangis terisak dengan jari jempolnya.

Semua kesakit-hatian ku harus segera musnah dan digantikan dengan lembaran baru yang ceria. Masalalu biarlah berlalu, dan masa depan harus ku gapai, untuk menghadapi hari esok lusa dan selanjutnya perlu keberanian menaklukan rintangan selanjutnya.

Disitupun aku berjuang untuk membahagiakan kakek dan nenek ku, dengan cara belajar tekun agar aku bisa mencapai cita-cita ku. Aku memulai keidupan baru bersama kakek dan nenek ku,mereka selalu menyayangiku, mereka pun berjuang keras untuk membesarkanku dan selalu melakukan apapun demi aku agar bisa sekolah dan menggapai cita-cita ku

Sekarang aku berusia 22 tahun kini aku duduk dibangku kuliah

Langkah awalan ku mungkin tidak akan cukup untukku terjang.Melainkan hanya rencana 1 yang akan dibawa.apakah mampu ku menyelesaikan dengan baik?atau bahkan aku tidak menyelesaikan dengan baik.

Perjalanan kisahku kini telah menjadi konflik pernyataan yang hebat.Yang mempunyai langkah- langkah tertentu yang harus diselesaikan tidak hanya satu bahkan ada beribu-ribu langkah yang harus kuterjang.karena seorang diriku tak akan menyerah apapun saingannya dan apapun rintangannya,menjadi hal yang penasaran tanpa adanya mencoba terlebih dahulu.karena laangkah awalan memang ada niat,niat yang menjadi kendala untuk proses kedepannya.jika niat tidak ada dan tidak dengan diiringi doa dan ikhtiar,awalan itu akan gagal.

Support terindah adalah yang diberikan oleh yang paling terdekat yaitu support terdekat dari kakek dan nenek ku.

Berkat doa dan support dari kakek dan nenek ku, aku mendapat nilai terbaik disekolah dan mendapat beasiswa di Universitas Bina Nusantara, kakek dan nenek ku sangat bangga kepada ku. Aku akan selalu berdoa agar saat sukses nanti nenek dan kakek ku masih diberi umur panjang dan menemani ku disaat sukses nanti.

Aku yakin kerja keras ku dapat membuahkan hasil.

Waktupun terus berlalu,kelulusan pun telah tiba,fiona sangat sedih berpisah dengan sahabat- sahabatnya. Fiona pun seperti angsa kecil yang mulai mengepakkan sayapnya,berusaha menjadi lebih baik dan mencari jati dirinya.

Sesampainya fiona di rumah dan tertidur lelap.

Pada waktu pagi hari, sang surya memancarkan sinarnya yang begitu cerah, fiona segera bergegas bangun dari tidurnya untuk segera berangkat ke universitas untuk melaksanakan latihan interview. Sesampainya di Universitasnya dia langsung menemui dosennya untuk segera latihan interview.

“Fiona, nanti jam 10.00 bisa ke ruangan saya” ucap dosen kepada fiona

“Baik pak” ucap fiona dengan tersenyum ramah.

Pada pukul 10.00 tiba, Fiona pun ke ruang dosen untuk menemuinya. “Assalamualaikum pak, ada pelu apa yah?” kata Fiona dengan tersenyum ramah “Ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu” ucap dosen

“Tentang apa pak?” ucap viona dengan hati yang bergemuruh

“Begini, kamu adalah murid terbaik disini, kamu mempunyai banyak prestasi, dan kemampuan yang sangat hebat, saya ingin menyampaikan, bahwa banyak perusahaan yang membutuhkan orang cerdas seperti kamu, jadi saya ingin menawarkan pekerjaan di suatu perusahaan besar, apakah kamu mau Fiona?” ucap dosen

“Dengan senang hati saya terima tawaran bapak” ucap Fiona dengan nada gembira

“Baiklah, besok kamu bisa datang ke perusahaan tersebut dan mulai bekerja” ucap sang dosen

“Terima kasih atas kerja samanya pak” ucap fiona

“Sama-sama Fiona selamat yah” kata dosen dengan hati yang lembut.

Fiona langsung bergegas pulang kerumah dan menemui kakek dan neneknya ia sudah tidak sabar untuk membawa kabar gembira.

Sesampainya dirumah..

“Assalamualaikum kakek nenek Fiona punya kabar gembira” ucap Fiona dengan nada keras

“Waalaikum salam nak ada apa kok kamu kelihatan gembira sekali” ucap nenek dan kakeknya “Fiona punya kabar gembira untuk nenek dan kakek” ucap Fiona dengan gembira

“Kabar gembira apa nak? “ ucap sang kakek dengan hati yang penasaran

“Alhamdulilah Fiona mendapatkan pekerjaan diperusahaan besar” ucap Fiona dengan tersenyum

“Alhamdulilah nak ini berkat kerja keras kamu, kamu wanita hebat” ucap nenek dengan air mata berlinang sambil memeluk sang cucu kesayangannya.

Keesokan harinya Fiona mulai bekerja dengan semangat, semua pekerjaan Fiona sangat bagus sehingga dapat mengembangkan perusahaan itu, dan semakin banyak perusahaan yang mengajak bekerja sama, dan kini Fiona diangkat menjadi manager di perusahaan tersebut, dan kini ia bisa hidup dengan layak, semua kebutuhan pun tercukupi.

Hari demi hari terus berlalu dan kehidupan Fiona semakin membaik bahkan jauh lebih baik hal ini tidak lain adalah karena keuletan dan kepribadian baik yang dimilikinya sehingga bisa mengantarkannya pada level kehidupan sosial yang lebih baik.

Sore hari, ketika Fiona pulang dari pekerjaan ia langsung pulang kerumah dan mencium tangan

nenek dan kakeknya, “Bagaimana dengan kegiatanmu hari ini apakah lelah?” ucap sang kakek

“Tidak kek aku tidak pernah merasa lelah untuk membahagiakan kakek dan nenek” ucap Fiona dengan tersenyum

“Kakek dan nenek sangat bangga padamu nak, teruslah berdoa, jangan pernah menyerah ya nak” ucap kakek.

Hari pun menjelang malam, ditengah kesunyian malam diiringi bulan dan dinginnya malam, seorang gadis manis Fiona tengah melamun dengan tetesan air mata, “Ibu Fiona sudah sukses bu, ibu dimana Fiona merindukan ibu” ucap fiona didalam hatinya.

Disaat fiona sedang menangis sang nenek tiba tiba menghampiri nya “Fiona kenapa kamu menangis nak” ucap sang nenek

“ Fiona merindukan ibu nek, ibu dimana ya?” dengan berlinang air mata

“Ibu mu mungkin sudah bahagia bersama keluarga barunya” ucap sang nenek dengan berlinang air mata

“Semoga Fiona bertemu dengan ibu” ucap Fiona sambil memeluk sang nenek dengan menangis Keesokan harinya...

Fiona pun bergegas bangun untuk pergi bekerja seperti hari biasanya.

Sesampainya di kantor, ia dipanggil oleh pemilik perusahaan untuk diajak meating besok di luar kota dan Fiona pun pulang ke rumah untuk meminta izin kepada kakek dan neneknya.

Sesampainya di rumah pun Fiona meminta izin untuk meeting di luar kota besok dan kakek neneknya memberi izin untuk meeting besok, Fiona pun bergegas mempersiapkan perlengkapan untuk ke luar kota besok.

Keesokan harinya...

Ia bergegas ke kantor, ia langsung berangkat ke luar kota dengan mobil pribadinya.

Sesampainya di kota tersebut, ia menemui rekan bisnisnya untuk melaksanakan meeting tersebut.

Beberapa jam kemudian, ia telah selesai dengan kegiatannya dan bergegas untuk pulang kerumah, ditengah perjalanan pulang Fiona menabrak seseorang wanita paruh baya ia pun segera turun dari mobilnya melihat siapa yang tertabrak, saat Fiona menolong wanita tersebut Fiona merasa punya ikatan batin dengan seseorang itu, ketika wanita itu menoleh kepada dirinya, ia pun sangat terkejut bahwa yang menabraknya adalah anak kandung ia sendiri, tanpa ia sadari Fiona sudah tidak mengenal ibunya.

Wanita paruh baya itu langsung memeluk Fiona dengan tatapan penuh air mata Fiona pun terkejut mengapa wanita itu memeluknya dengan menangis.

“Fiona ini kamu nak? “ ucap sang wanita paruh baya itu

“Maaf ibu siapa ya, ko tiba tiba memeluk saya” ucap Fiona dengan tersenyum “ Apakah kamu tidak mengingat ibu nak? Aku ibumu” kata si perempuan itu “hah ibuku? “ ucap Fiona dengan bertanya-tanya.

Dan wanita paruh baya itu mengeluarkan sebuah foto keluarganya di masa lalu, ia menunjukan foto itu kepada Fiona dan Fiona pun terkejut, ia sangat tidak menyangka bahwa ia dipertemukan kembali bersama ibunya, tidak sia-sia ia ber do'a agar dipertemukan kembali dan pada akhirnya mereka pun bertemu,

“Maafkan ibu nak, ibu terlalu egois hingga meninggalkanmu nak” ucapnya dengan menangis

“Aku sangat merindukanmu bu, sekarang Fiona sudah sukses” ucapnya dengan menangis Fiona pun bergegas membawa ibunda pulang kerumah, sesampainya dirumah Fiona memanggil nenek dan kakeknya, betapa terkejutnya mereka melihat seorang wanita itu yang ternyata anaknya sendiri, yaitu arum anak satu satunya yang mereka punya, dan arum pun langsung memeluk dan bersujud untuk meminta maaf kepada ayah dan ibunya karena telah tega meninggalkannya, sang nenek dan kakek pun memaafkan anaknya itu, dan segera masuk ke dalam rumah.

“Ibu ayah dimana bu” kata Fiona dengan menangis

“Ayahmu sudah meninggal 5 tahun yang lalu nak” kata sang ibu dengan memeluk tubuh Fiona

“Hah! Tidak mungkin, mengapa ayah meninggal bu” ucap Fiona dengan nada keras

“Disaat ayahmu memulai dengan kehidupan baru nya, ia mengalami kecelakaan tunggal saat pulang bekerja, dan nyawanya pun tidak bisa tertolong” ucap ibu dengan meneteskan air mata

“Apakah ibu tau dimana makam ayah bu, aku ingin ke makam ayah bu”

“ Iya nak, besok kita bersama-sama ke makam ayahmu” .

Keesokan hari nya, dengan pagi yang sangat cerah sang ibunda membangunkan Fiona dengan memberikan pelukan hangat, Fiona sangat terharu karna sudah bertahun tahun ia tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibunya, hari pun tiba dimana ia dan keluarganya akan menjumpai makam ayahnya Fiona, mereka pun bersiap-siap dan bergegas menuju pemakaman.

Sesampainya di pemakaman ayahnya

“Assalamualaikum ayah, ini Fiona putrimu, kini Fiona sudah tumbuh besar dan bahagia bersama ibu, aku sangat merindukan ayah, semoga ayah disana tenang dan bahagia, Fiona sangat

menyayangi ayah” ucap Fiona dengan menangis.

Hari pun menjelang siang kini Fiona bersama keluarganya memutuskan untuk pulang ke rumah, sesampainya di rumah, Fiona memeluk sang ibunda dan kakek nenek nya, Fiona berkata kepada ibunya

“Bu kini ibu sudah bersama Fiona, Tuhan telah menjawab semua do'a ku untuk mempertemukan kami kembali, Fiona Sangat bahagia walaupun ayah telah pergi meninggalkan kami semua, Fiona ingin membuat lembaran hidup baru bersama ibu dan kakek, nenek” ucap Fiona sambil memeluk keluarganya.

“Ibu sangat bahagia karna masih diberi kesempatan untuk bersama-sama lagi, ibu sangat bangga padamu nak walaupun kamu tanpa ibu tetapi kamu bisa sampai se sukses ini, ibu sangat bangga punya anak sepertimu nak” Jawab sang ibu dengan tangis bahagia

Mereka pun memulai hidup baru, dengan sangat bahagia dan mulai melupakan masalalu dimana masalalu yang sangat pedih, kini mereka telah menikmati kehidupan yang sangat bahagia.

TAMAT

~ Kesulitan adalah ujian terbaik untuk menunjukkan kualitas diri yang sebenarnya ~

~ Jangan takut mengahadapi masa depan, Hadapi dan perjuangkanlah. ~

~ Kegagalan terbesar adalah ketika tidak berani mencoba ~

 

Halo, saya Yosi Dwi Winanda nama panggilan saya Yosi seorang pelajar yang masih duduk di bangku X SMK, saya lahir di Tegal, bicara hobi & rutinitas, hobi saya menulis. Kegiatan menulis yang saya tekuni membuat saya menyukai dunia cerita.



Komentar

Anonim mengatakan…
Nia Ramadani

Postingan populer dari blog ini