Pesan Singkat
Berawal dari pesan singkat yang berdering. Diterima.
Disentuh. Dibuka. Disela-sela kesibukan merampungkan pekerjaan. Tertera nama Fannya Gembul dilayar berwarna. Ia
merupakan sahabat SMA dan sahabat masa kini.
Fannya Gembul:
“Bebz..lagi apa??”
Pesan singkat atau sms (short message service) yang mengerikan. Disapa sahabat perempuan
dengan sebutan ‘Bebz’. Aneh. Tapi, inilah zaman. Merubah sesuatu ketentuan
tanda kutip menjadi suatu yang halal bagi semua kalangan. Bahkan menjadi suatu hal
yang biasa bagiku, membaca dan menulis kata itu dalam pesan singkat untuk sahabat karibku itu.
Aku: “Bar
revisi tugas. Piwe2 koe kbr e?” balasku dengan menggunakan bahasa
tradisional-campuran. Memiliki berarti (Habis merevisi tugas. Gimana-gimana
kabarmu?).
Pesan singkat terkirim. Satu menit berlalu. Aku kembali memantengi tulisan yang ada dilayar laptop. Kemudian kembali memantengin layar laptop yang sempat terjeda. Jujur kali ini fokusku sedikit pecah, antara pekerjaan dan menunggu balasan pesan singkat.
Pesan singkat itupun seketika kembali aku terima selang beberapa menit.
Fannya Gembul: “Baik,, ntr sore sibuk bebz,,”
balasnya menggunakan kata singkat yang disingkat sebagai identitas pesan
singkat.
Aku: “Kayane
tah laka (kayaknya tidak ada). Tugase wis tak rampungna miki sih (tugasnya
sudah diselesaikan tadi)” 42 detik.
Pesan singkat terkirim. Diterima penerima pesan dan dibacanya. Sekilas
tertera balasan pesan singkat dengan kalimat yang tersusun dari kata yang
sengaja disingkat.
Fannya Gembul:
“Klau snen smpe sbtu sbk?” (kalau senin sampai
sabtu sibuk?)
Isi pesan singkat itu. Mengetukku untuk mengesave dokumen
dan mematikan laptop yang telah digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Pekerjaan yang selama ini aku geluti sebagai pekerja kontrak.
Aku kembali membaca pesan singkat itu. Tanpa henti
bahkan berulang kali. Sambil menjatuhkan tubuh ke kursi sambil mengetik pesan
singkat menggunakan 22 kata singkat dengan iringan icon. Kata-kata dalam pesan
singkatku kali ini bercampur antara kata Jawa – Inggris – Indonesia. Maksud dari
percampuran kata dalam pesan singkat itu mengandung arti: Alhamdulillah. Sekarang saya
dipercaya untuk mengurusi tugas kantor. Sebenarnya
sabtu bebas. Cuma kamu tahu sendirilah ya ^_^. Ada apakah gerangan tuan?
Aku: “Alhamdulillah.
Saiki aku dipercaya ngurusi tugas kantor. Jane sabtu free, Cuma kowen ngarti dheweklah ya ^_^. Ada apakah
gerangan tuan?”
Kami pun akhirnya bermain pesan singkat sejenak.
Ditempat masing-masing. Pada ruangan yang telah terpilih untuk melakukan pesan
singkat. Dengan aktivitas masing-masing pula, Ia yang sedang asyik membongkar
gudang sedangkan aku sedang menikmati penyelesaian tugas yang kemudian terpaksa aku hentikan untuk menghormati sahabar karibku itu.
Fannya Gembul:
“Gpp bebz,,aku lgi bngkar gudang dirmah mamh,,byk yang gk kpake,,rok2, bju n
srgm mamhku dlu,,enknya gmn yah” (nggak apa-apa
bebz. Aku sedang membongkar gudang di rumah mamah. Banyak yang nggak kepakai.
Rok-rok, baju dan seragam mamahky dulu. Baiknya gimana yah?)
Aku: “Disumbangna neng panti. Ben bermanfaat gt.”
(disumbangkan saja ke panti. Biar bermanfaat gitu.)
Fannya Gembul:
“It yg dh lm mu tak ksh ke rewangku saja. Biar nanti rewangku bs membagi2kan pd
yang mau,,byk rok pnjng msh bgs2 pya mamhku tp aku gak suka pke rok,,kmu mau?” (itu
yang sudah lama mau tak kasihkan ke pembantuku saja. Biar nanti pembantuku bisa
membagi-bagikan pada yang mau. Banyak rok panjang-panjang masih bagus-bagus
punya mamahku tapi aku nggak suka make rok. Kamu mau?)
Membaca balasan pesan singkat yang ini. Sungguh, aku
merasa bingung sendiri. Dibingungkan pernyataan yang menuju meminta pendapat. Akan tetapi, balasan yang ditujukkan sudah memiliki ide yang baik. Kalau seperti itu mengapa harus menuai pertanyaan? Membingungkan bukan.
Hal ini selalu menjadi kebiasan buruk untuknya. Sebagai
indentitas yang masih melekat pada dirinya. Dari dahulu hingga sekarang. Biarlah.
Aku harus bisa menerima kekurangan bahwa ia tak pernah berubah sedikitpun, masih sama. Selalu meminta pendapat tetapi sebenarnya sudah memiliki solusi.
Aku melanjutkan mengetik pesan singkat dan segera mungkin
mengirimkannya. Aku: “Bagus. He he uralah bebz. Wes ura kuliah gitu. Dadi wes
ura butuh rok maning.” (Bagus. He he… Nggaklah bebz. Sudah tidak kuliah gitu.
Jadi, sudah tidak membutuhkan rok lagi)
Fannya Gembul: “Buat ngajar sih bebz,,he he” (buat
mengajar sih bebz. He he)
Aku: “Ha ha aku ra duwe angan-angan ngono sit.
Nyadar dirilah bebz. Wongtuaku gudu guru paling pakde-pakdeku tapi aku ura
pengin nepotisme he..so, saiki fokus neng karier sing ana.” (Ha ha. Aku nggak
punya cita-cita kesitu dulu. Sadar dirilah bebz. Orangtuaku bukan guru paling
pakde-pakdeku (kakak dari ibu) tapi, aku tidak mau nepotisme He. Jadi, sekarang
fokus dulu ke karier yang ada.)
Satu menit pesan
singkat telah terkirim. Dua menit pesan singkat telah berlabuh. 3 – 5 menit waktu
terus berlanjut. Berkali-kali aku memantengi handphone di meja.
Sepuluh menit berlalu. Tidak ada balasan dari pesan
singkat yang sudah 10 menit lalu aku kirim. Itu tanda pesan singkat ini telah
berakhir. Mungkin? Berakhirnya pesan singkat yang telah terjadi disebabkan oleh
kejujuranku yang menolak keras tawarannya. Hingga ia enggan melanjutkan obrolan
melalui pesan singkat yang ia mulai. Tak apalah. Itu haknya akan keputusanku.
“Aku tidak tersinggung atas tawaran baikmu sahabat karibku. Namun, aku sadar. Tawaranmu itu membuatku enggan menerima. Karena aku tahu, siapa wanita yang menjadi ibumu itu.” Gumanku, memegangi kepala sambil memantengi handphone yang tak kunjung bersua lagi.
(12Ramadankay, Sabtu, 24 April 2021)
Komentar