Menilai dengan Adil
Hasil akhir dari sebuah kegiatan belajar mengajar yang
dilakukan oleh guru dengan peserta didik, yaitu nilai. Penilaian dilakukan
sebagai bukti otentik bahwa peserta didik mengikuti proses kegiatan belajar
mengajar dengan baik. Meskipun pada intinya nilai bukan menjadi tolok ukur untuk
peserta didik satu dengan peserta didik yang lainnya. Bukan juga menjadi
penanda bagi peserta didik. Pengandaiannya, peserta didik memperoleh nilai atas KKM (Kriteria Kentuntasan Minimal) maka dapat dinyatakan pintar sedangkan peserta didik yang
memperoleh nilai di bawah KKM maka dinyatakan tidak pandai. Pernyataan itu
mutlak tidak bisa dibenarkan.
Nilai dapat diperoleh peserta didik saat mengikuti ulangan, mengerjakan
tugas, mengikuti ujian semester gasal dan genap merupakan bentuk kesungguhan
peserta didik dalam belajar. Belajar sebagai rutinitas wajib yang melekat pada peserta didik.
Penilaian
pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengelolaan informasi untuk menentukan
pencapaian hasil belajar peserta didik. Berdasarkan pada PP.
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa penilaian
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik (ulangan harian)
b.
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan (ulangan kenaikan kelas)
c.
Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah (ujian nasional)
Tulisan kali ini akan menitikberatkan pada Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik -
GURU. Pemerolehan nilai ini bertumpu
kepada guru yang setiap hari berinteraksi dengan peserta didik untuk melaksanakan
kegiatan belajar mengajar. Terutama, pada proses penilaian yang salah satunya konteknya
adalah ulangan harian.
Kegiatan ulangan sering dilaksanakan oleh guru
sebagai bentuk mengukur kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang
telah disampaikan. Disamping itu pula, kegiatan ulangan dilalukan agar peserta
didik menjalankan kewajibannya sebagai pelajar yakni belajar.
Proses penilaian ulangan yang dilakukan oleh guru
terhadap peserta didik sebisa mungkin agar tidak menimbulkan kepincangan. Guru harus
bisa menilai hasil ulangan yang telah dikerjakan peserta didik dengan adil. Adil ini sangat diperlukan dalam proses penilaian supaya peserta didik
tidak dirugikan akibat guru menilai dengan model pilih kasih.
Sifat pilih kasih yang hinggap di
jiwa guru. Pada proses penilaian harus dihilangkan. Harapannya supaya peserta
didik tidak merasa dirugikan. Selain itu pula, guru pun nantinya tidak bisa
menjadikan contoh untuk peserta didik karena menilai dengan sesuka sendiri –
subjektif bukan menilai secara objektif (berdasarkan hasil kerja keras peserta
didik). Sehingga, muncullah kekesalan pada diri peserta didik yang mulai tidak
segan untuk belajar sungguh-sungguh dengan guru tersebut.
Rasa kecewa yang diterima peserta didik akibat dari
proses penilaian yang tidak adil. Membuat mental peserta didik turun. Apalagi
jika protes yang diajukan peserta didik tidak ditindaklanjuti dengan indah. Maka
peserta didik akan menggerutu dengan sendirinya. Lebih parahnya lagi, jikalau
peserta didik sampai kehilangan semangat belajar karena usaha yang selama ini
dilakukan (belajar dengan sungguh-sungguh) tidak membuahkan hasil.
Dampaknya dari penilaian yang diterima oleh peserta didik
dari sebuah proses penilaian yang dirasa kurang adil. Sedini mungkin dapat
diatasi dengan sigap melalui proses penilaian yang adil bagi peserta didik
tanpa membedakan satu dengan yang lain (peserta didik yang rajin, yang
menyebalkan bahkan seorang peserta didik sebagai aktivis sekolah pun).
Teknik penilaian ulangan dengan proses penilaian secara
adil terhadap hasil ulangan peserta didik dapat dilakukan guru dengan satu cara.
Cara tersebut yaitu Peserta Didik
Menyembunyikan Identitas. Penyembunyian identitas peserta didik ini
dilakukan dengan sengaja supaya guru ketika mengoreksi hasil ulangan peserta
didik tidak terpacu pada peserta didik yang dianggap pintar, rajin, patuh,
aktivis maupun peserta didik yang menyebalkan.
Menyembunyikan Identitas peserta didik ini dapat
dilakukan dengan cara memberikan identitas peserta didik dibagian paling akhir/
belakang/ pada kotak yang sengaja disediakan di kertas ulangan yang akan
digunakan. Konsepnya, identitas peserta didik tidak bisa dibaca oleh
pengoreksi. Pengoreksi hanya akan mengetahui identitas peserta didik saat
proses penilaian telah selesai dilaksanakan (memasukan nilai ke jurnal peserta
didik).
Teknik penilaian semacam ini dilakukan agar guru lebih
menjadi orang yang bijaksana dan objektif dalam penilaian. Sehingga, guru
sepenuhnya dapat menjadi contoh yang terbaik untuk peserta didik. Contoh
sederhana ini dapat diyakini peserta didik bahwa apa yang sudah diusahakan peserta
didik hasilnya sesuai dengan usahanya bahkan tidak ada kata kesia-siaan.
Cara penilaian ulangan dengan menyembunyikan identitas
peserta didik pada lembar jawaban pun. Sudah penulis praktikan. Hasilnya proses
penilaian yang dilakukan lebih netral dan lebih enteng. Sebab, pengoreksi hasil
ulangan tidak dibayang-bayangi oleh beberapa faktor yang dapat merusak proses
penilaian. Jadi, menunggu apalagi jika menilai dengan adil dapat diterapkan
oleh guru.
Selamat mencoba saran penulis ini semoga bisa diterapkan
dengan indah agar guru bisa menjadi orang yang benar-benar punya wibawa
dihadapan peserta didik.
Komentar
X tkro 2
X tkro 2